Pages

Rabu, 12 Desember 2012

Video Catper Ungaran 2050 mdpl





Video diatas adalah video amatir pendakian di gunung Ungaran November silam. Adapun kualitas video dan audio yang pas-pasan dikarenakan  gadget yang dipakai juga pas-pasan ( nyalahin gadget padahal yg ngambil gambar juga amatiran :p ). Enjoy!

Senin, 10 Desember 2012

Catper Gn.Ungaran : For My Mother and Mother Nature


Gunung Ungaran (2050 mdpl) dilihat dari ketinggiannya memang masih kalah dengan "saudara-saudara" yang ada di sekitarnya seperti Merbabu, Sindoro maupun Sumbing. Tapi bukan berarti mudah untuk di daki. Pertengahan November lalu, tepatnya tanggal 17 November 2012 saya dan teman-teman Mahapala PRMKFT Undip merasakan bagaimana "nikmatnya" mendaki gunung yang ketinggiannya masuk kategori menengah ini. Pendakian kali ini beranggotakan 15 orang. Saya, Tio, Vincent, Yohit, Christoper, HenriMusanta, Achan, Yuke, Danang, Geraldo, Feto, ditambah 3 personil cewek Ika, Gori, dan Mardi. Kami berencana menggunakan jalur pendakian dari Medini. Jalur medini ini terkenal dengan kebun teh-nya. 
Para Pendaki
Setelah melakukan briefing sebentar, berangkatlah kami dari semarang pukul 15.00 WIB. Rombongan dibagi menjadi 2 kloter karena salah satu teman kami ( sebut saja Gori ) sedang dalam perjalanan dari Jogja. Henri, Christoper, dan Gori berangkat kloter kedua dan sisanya berangkat kloter pertama. Perjalanan Semarang - Desa Medini menempuh jarak sekitar 2 jam perjalanan ( jalan nyantai ). Sekitar setengah jam perjalanan sebelum sampai ke desa Medini, kondisi jalan benar-benar memaksa motor kami untuk berjalan tidak lebih dari 30 km/jam. Kondisi jalan berbatu dan licin karena hujan yang turun siang sebelum kita berangkat, memaksa kami berjalan pelan. Tepat pukul 17.00 WIB sampailah kami di desa Medini. Hawa dingin, kabut tipis, dan perkebunan teh menyambut kedatangan kami. Desa Medini ini adalah beskem awal untuk para pendaki, walaupun sebenarnya masih ada Desa terakhir yaitu desa Promasan, yang letaknya sekitar ( kurang lebih ) 7 km dari Desa Medini. Namun melihat kondisi jalan yang buruk, kami putuskan untuk start pendakian dari desa Medini. Desa Medini berada di ketinggian sekitar 1500 mdpl, terhampar perkebunan teh yang sangat luas. Warga di sekitarnya banyak yang menyewakan rumahnya untuk jadi tempat transit para pendaki. 
Desa Medini

Waktu itu kami transit di rumah Bu In. Biasanya para pendaki menggunakan rumah Pak Min sebagai beskem-nya, namun kala itu rumah Pak Min sudah di "booking" oleh Mapala dari Kedokteran Unisula untuk diksar. Rencananya kami akan start summit ke puncak pada pukul 01.00 WIB. Waktu itu masih jam 22.00 WIB Beberapa dari kami mengisi waktu luang dengan ngobrol-ngobrol, minum kopi, sambil menikmati pemandangan kota semarang. Sebagian lagi memilih untuk tidur. Saya sendiri awalnya ingin tidur untuk mengumpulkan tenaga, namun pada akhirnya tidak bisa tidur juga. Saya pikir, jauh-jauh kesini sayang kalau dihabiskan waktunya untuk tidur. Bersama Tio, Christoper dan Henri, kami hanya mengobrol untuk membunuh waktu. 

Tibalah waktu yang dinanti, tepat pukul 00.00 WIB kami membangunkan kawan-kawan yang sedang terlelap dalam mimpi mereka. Setelah packing singkat dan sedikit briefing dari sang kepala suku ( Tio ), mulailah perjalanan kami menuju puncak ungaran tepat pukul 01.15 WIB. Sejauh mata memandang disamping kiri kanan terhampar tanaman teh, sesekali ratusan cahaya lampu kota menampakkan diri dari balik bukit. Langit kala itu cerah sekali, kami bisa melihat hamparan bintang yang jumlahnya ribuan, dan...seperti biasa, atraksi bintang jatuh menjadi bonus bagi yang beruntung melihatnya. Hal ini yang membuat saya selalu rindu pada pendakian. Hawa dingin nan sejuk, pemandangan, dan langitnya yang indah ( tergantung cuaca juga sih ).  
Pemandangan lampu kota
Trek yang kami lalui adalah jalan berbatu yg sehari-hari dilewati oleh truck yang mengangkut para pemetik teh. Cukup banyak bonus-nya, tapi jauhnya minta ampun. Barulah sekitar pukul 04.00 WIB kami sampai di Desa Promasan. Desa Promasan merupakan desa terakhir yang ada di kaki gunung Ungaran. Mungkin hanya sekitar 15 rumah yg ada di sini, listrikpun katanya cuma nyala sampai jam 10 malam. Benar-benar desa yang jauh dari peradaban. Selepas dari desa Promasan, trek mulai jalan tanah dan berbukit khas gunung-gunung di Indonesia. Pukul 05.00 WIB langit mulai terang, samar-samar sang surya muncul dari awan. Sayang kami masih berada di setengah perjalanan, hanya bisa menikmati sunrise dari bukit.  Langit perlahan-lahan mulai cerah, awan biru dihiasi oleh gumpalan awan yang bergerak seolah-olah mengawasi kami yang tengah berjuang menaklukkan jalur pendakian yang cukup melelahkan. Ya...seperti yang sudah saya utarakan di awal tadi, Gunung Ungaran walaupun ketinggiannya "cuma" 2050 mdpl, namun mempunyai trek pendakian yg menantang. Jalur landai, Jalur curam, jalur berbatu, tebing semua dijumpai disini, kecuali jalur berpasir. Tidak heran beberapa dari kami yang untuk pertama kalinya merasakkan naik gunung terlihat kuwalahan. Bahkan salah satu teman (sebut saja Ika) kecapekan sampai menangis. Namun dia bisa mengalahkan rasa capeknya dan melanjutkan lagi perjalanan setelah istirahat dan sarapan ( padahal nangis gara-gara kelaperan..hihihi.. ). 
Pemandangan desa Promasan dari bukit
Menjelang puncak beberapa kali pertanyaan : "Puncaknya dimana sih?" mulai sering terdengar hahaha. Seolah-olah mereka di- PHP sama gunung ungaran ( PHP : Pemberi Harapan Palsu ). Saya sih mending di PHP gunung daripada di-PHP gebetan *hahaha malah #surhat.. Tio yang jadi leader di depan hanya bisa bilang "15 menit lagi" dengan harapan agar semangat temen-temen nggak nglokro. Memang beberapa kali kami temui bukit tipuan,seolah-olah puncak, padahal masih ada bukit lagi dibaliknya. 


Berkibar di Puncak
Akhirnya sekitar pukul 07.15 WIB kami menjejakkan kaki di puncak gunung Ungaran. Setelah perjuangan berjalan sejauh 15 km selama 6 jam. Tio langsung mengeluarkan sang saka merah putih dan bendera PRMKFT UNDIP yang memang direncanakan bakal dikibarkan berdampingan di atas. Layaknya sebuah upacara, ada 3 petugas pengibar bendera ditambah lagu Indonesia Raya, Merah Putih berkibar satu tiang penuh bersama bendera PRMKFT di puncak Ungaran. Saya sendiri mendedikasikan pendakian ini untuk Mama yang sehari sebelumnya berulang-tahun dan tentu saja untuk ibu pertiwi yang sangat saya cintai ini. Cuaca di puncak sangat cerah, matahari bersinar hangat. 

For My Mother
Di sebelah utara terhampar pemandangan perkebunan teh, di sebelah barat sang saudara kembar Sindoro - Sumbing mengintip dari balik awan tipis. Di sebelah Timur terlihat pemandangan kota ungaran, di sebelah Selatan berdiri dengan gagah Gunung Merbabu dan Merapi nampak samar-samar di belakangnya. Karena kecapekan kami langsung tertidur dengan beralaskan tanah dan beratapkan langit biru. Setelah puas menikmati panorama dari atas dan tentu saja mengabadikan beberapa moment, kami pun bersiap untuk turun kembali. Kabut juga sudah mulai turun, pemandangan di sekitar kami sudah tidak tampak. Perjalanan turun kali ini sangat santai, seolah-olah kami belum rela beranjak dari puncak. Rasanya masih ingin memanjakan mata ini melihat betapa indah alam ciptaan-Nya. 
Awan mendung mulai menggelayuti daerah promasan, kami pun bergegas mempercepat jalan kami. Saya bersama Christ dan Henri di belakang sebagai tim sapu bersih sampah agak tertinggal dengan rombongan. Sialnya kaki kanan saya mengalami kram sehingga semakin tertinggal dari yang lain. Jalan pulang kali ini kami menggunakan jalan memotong supaya cepat sampai ke desa Medini. Perlahan air hujan jatuh membasahi tanah dan tubuh kami, semakin deras, dan kabut pun semakin tebal. Ada kejadian dimana saya dan Henri terjebak di simpangan, dan kawan-kawan yang lain sudah jauh di depan. Terjebak hujan, kabut tebal, jarak pandang hanya sekitar 4 meter, dan tertinggal rombongan. Sungguh sebuah keadaan yang kurang menyenangkan. Namun dengan insting hutan-nya Henri kami pun akhirnya bertemu kembali dengan rombongan. Trek shortcut kami kali ini lebih susah dari trek waktu keberangkatan. Jalan yang sempit plus licin akibat air hujan memaksa kami berjalan pelan bahkan sampe ngesot. Beberapa kali juga sempet terpeleset akibat salah memijak batu yang berlumut. Baru kali ini mendaki dengan kondisi cuaca hujan deras. Jas hujan yang dipakai pun tak mampu menahan air untuk masuk menembus pakaian dan membasahi sekujur tubuh kami. Kaki saya semakin kaku, namun tetap saya paksakan untuk berjalan, daripada ketinggalan rombongan lagi. 
Blue Sky Colapse
Yang saya pikirkan waktu itu adalah cepat sampai ke beskem dan makan. Saya membayangkan hangatnya semangkok indomie kuah, dengan telur, plus aroma kaldu ayam, cukup untuk membuat saya melupakan rasa sakit yang ada di kaki. Setelah berjalan dan berjalan akhirnya nampak sebuah masjid dari kejauhan, tanda beskem sudah dekat. Saya mempercepat jalan dan akhirnya...sampai di beskem  sekitar pukul 15.3 WIB.

Tanpa berpikir panjang kami memesan semangkok indomie rebus dobel plus telur dan teh panas. Kondisi cuaca yang masih hujan cukup deras, memaksa kami untuk menunda kepulangan,disamping itu tenaga kami sudah terkuras habis karena perjalanan pulang tadi. Akhirnya disepakati jam 19.30 WIB, bagaimanapun cuacanya kami pulang ke Semarang. Waktu yang cukup panjang itu saya manfaatkan untuk tidur dan memulihkan kondisi kaki. Waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB, kami bergegas packing dan bersiap pulang ke Semarang. Cuaca gerimis tidak menyurutkan niat kami untuk pulang, karena esok hari kami sudah harus kembali beraktifitas. Tepat pukul 19.30 WIB kami meninggalkan desa Medini, dan baru sampai Semarang pukul 21.30 WIB. Badan rasanya sakit semua,walau begitu begitu banyak cerita yang kami dapatkan. Rasa capek mungkin akan hilang selama 2-3 hari, tapi cerita perjalanan ini akan selalu terkenang sampai esok tua. Alam memang pelarian yang paling pas untuk kabur dari kepenatan sehari-hari. Alam selalu membuat saya merasa lebih dekat dengan-Nya. Alam selalu membuat saya lebih mencintai negeri ini. Kota mungkin memberikan kebutuhan dengan segala kemewahaannya, namun alam ( gunung ) selalu memberikan keindahan melalui kesederhanaannya. 

Mahapala PRMKFT UNDIP

Jumat, 30 November 2012

Video Perjalanan Menuju Puncak Garuda

Kemarin iseng-iseng bongkar folder video waktu pendakian ke Gunung Merapi. Karena terinspirasi oleh sebuah video yang di upload sama sekelompok Pecinta Alam, akhirnya iseng-iseng juga bikin video catatan perjalanan  waktu ke Merapi. Walaupun storyboardnya agak acak-acakan tapi ya lumayan lah buat kenang-kenangan, apalagi kalau lagi kangen muncak hehhee..


Selasa, 26 Juni 2012

Negeri Di Awan

Gunung Merapi


Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lokasinya diapit oleh kota Klaten, Magelang, Boyolali, dan Sleman ( DIY ). Gunung ini tergolong berbahaya karena mengalami fase erupsi tiap 4 tahun sekali. Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan untuk mendaki ke gunung ini bersama dengan beberapa teman-teman PRMK FT UNDIP. Awalnya agak ragu untuk ikut dalam pendakian, karena tidak ada persiapan apapun, terlebih fisik. Namun setelah diprovokatori oleh seorang teman, saya akhirnya tertantang untuk bergabung hehe. Berkumpulah 8 orang kurang kerjaan : Saya, Tiok, Sasongko, Chris, Gabriel, Marcel, Yohan,dan Vincent. Kami berangkat dari Semarang sekitar pukul 07.00 WIB setelah molor dari rencana awal pukul 05.00 WIB (--"). Pendakian kali ini kami menggunakan jalur dari arah Selo Boyolali. Dalam perjalanan sempat terjadi masalah ketika salah satu motor teman saya rantainya terlepas. Alhasil harus menunggu kurang lebih 1 jam untuk kembali melanjutkan perjalanan. Rencana awal, kami memulai pendakian dari beskem merapi pukul 13.00 WIB, dan direncanakan mendirikan tenda di daerah Watu Gajah sekitar pukul 18.00WIB. Namun dengan waktu yang molor pada waktu pemberangkatan, ditambah masalah di perjalanan tadi, jadilah kami start pendakian pada jam 15.00 WIB. Setelah mengisi perut , melakukan sedikit peregangan di otot dan berdoa bersama, mulailah perjalanan saya dan teman-teman mendaki 2930 m dpl.

Sasongko, Chris, Saya, Gabriel, Vincent, Yohan, Tiok, Marcel

Tas Carier saya memang lebih kecil dan lebih ringan daripada teman-teman yang lain, tapi jangan salah, justru malah saya yang sering tertinggal dari mereka hahaha. Nafas setengah tua ini sudah jauh tertinggal dari yang muda-muda. Alhasil beberapa kali saya sempat meminta istirahat barang 1 menit atau 2 menit untuk mengumpulkan tenaga lagi. Jalur pendakian awal, dari New Selo ke Pos 1 berupa perkebunan, tegalan, dan juga melewati hutan pinus. Jalur pendakian Selo ini merupakan jalur yang sering dipakai para pendaki karena jalur ini relatif pendek dan aman. Udara yang sejuk dan masih "perawan" begitu nikmat merasuki setiap rongga yang ada di jantung dan paru-paru. Sungguh jarang sekali kami temukan di daerah perkotaan. Kira-kira setelah menempuh jarak sekitar 1,5 jam, kami pun tiba di pos 1. Waktu itu kira-kira pukul 17.00 WIB, terlihat sang surya sudah bergerak tenggelam ke arah barat. Menikmati sunset dari Pos 1 terasa begitu indah, dengan pemandangan sebelah selatan kami Gunung Merapi dan sebelah utaranya Gunung Merbabu. Belum lagi mata dimanjakan oleh warna hijau yang terhampar layaknya permadani di sekitar lereng merapi. 
Senja dari Pos 1 Merapi
Setelah beristirahat dan bernarsis ria selama kurang lebih 30 menit, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 atau Watu gajah. Medan mulai menantang, berisi bebatuan dan tingkat kemiringan yg lebih ekstrim. Perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 menuntut tingkat waspada yg ekstra. Kami berdelapan pun saling menjaga satu sama lain. Udara semakin dingin, langit mulai gelap, namun kami tetap berjalan, memanjat, sesekali merangkak agar cepat sampai ke watu gajah dan mendirikan tenda. Akhirnya setelah kira-kira 1 jam perjalanan, sampailah kami di Watu gajah. Dinamakan watu gajah karena di tempat tersebut terdapat batu yang besar. Tempat yang representatif untuk mendirikan tenda karena permukaannya yang rata, walaupun cuma muat untuk 4 tenda kecil. Sesampainya di watu gajah, kami bergegas untuk mendirikan tenda, karena udara sudah semakin dingin. Setelah tenda berdiri, tiba saatnya untuk makan malam. Walaupun cuma berbekal mie instan , suasana yang tercipta begitu hangat, mie instan pun begitu terasa nikmat hahaha. Perut sudah terisi, kami berdelapan pun masuk ke tenda untuk berlindung dari terpaan hawa dingin. Akhirnya ada ide untuk berdoa rosario di dalam tenda. Ya..mungkin salah satu motivasi saya ikut pendakian ini juga, bisa berdoa rosario di gunung. Suasana begitu khusyuk, terasa menyatu sekali dengan alam. Mengucapkan syukur kepada-NYa atas segala ciptaan yang diberikan kepada kami. Selesai berdoa saya, christoper, dan Gabriel keluar tenda mebuat kopi untuk sekedar menghangatkan badan. Sisanya lebih memilih berada di dalam tenda. Tenda yang sekiranya hanya muat untuk 4 orang, diisi 8 orang hahaha. Walaupun posisi tidur kami kurang nyaman, setidaknya di dalam tenda lebih hangat daripada harus tidur di luar.  Setelah menyetel alarm pukul 02.00 dini hari, kamipun bergegas tidur.

Alarm berbunyi tepat pada jam 02.00. Sebagian sudah bangun dan sebagian lagi masih tertidur pulas. Saya merasakkan rasa nyeri di bagian paha, mungkin karena kaget lama gak jalan jauh, ditambah posisi tidur yang memang kurang begitu nyaman. Pada awalnya kami agak malas-malasan keluar, karena angin begitu kencang. Udara diluar pun ada sekitar 15 drajat celcius. Namun keinginan melihat sunrise dari puncak Merapi kembali mengumpulkan niat kami. Saya sendiri akhirnya memakai 2 rangkap baju dan jaket demi menjaga suhu tubuh. Setelah ngopi-ngopi dan mempersiapkan 1 carier berisi perbekalan, tepat jam 03.30 kami berangkat menuju puncak merapi. Di sepanjang jalan kami banyak melihat tenda pendaki-pendaki lain, dan sepertinya mereka masih terlelap dalam mimpinya. Kurang lebih 40 menit perjalanan, sampailah kami di Pasar Bubrah. Pasar Bubrah adalah tempat semacam lapangan besar yang berisi material bebatuan yang berasal dari muntahan gunung Merapi waktu meletus. Ada yang menyebut Pasar Bubrah ini sebagai kawah mati, adapula yang menyebutnya Pasar Setan..hehee. Di Pasar Bubrah banyak sekali para pendaki yang mendirikan tenda. Ketika kami datang, sapaan selamat pagi terdengar dari para pendaki tersebut. Walaupun kita tidak saling mengenal, ada semacam ikatan diantara kami...halah bahasane. Setelah beberapa kali saling bertegur sapa, kamipun melanjutkan perjalanan ke puncak, dan inilah medan yang terberat dari semua medan yang sudah kami lewati. Medan berupa batuan labil dan pasir, benar-benar dibutuhkan langkah yang sangat hati-hati. 

Sesaat sebelum naik, kami sempat menikmati indahnya langit yang bertabur ribuan bintang. Baru kali ini saya melihat jumlah bintang yang sebegitu banyaknya. Tak jarang terlihat bintang jatuh ada di sela-sela ribuan bintang tersebut. Momen ini pun kami manfaatkan untuk mengucapkan beberapa permohonan, siapa tau keinginan dari kami terkabul ( musyrik mode: ON ). Sungguh suatu anugerah yang tek ternilai.. PRICELESS!!.. Perasaan saya begitu damai, hilang semua rasa capek selama perjalanan. Tak henti-hentinya kami berdelapan mengucap syukur atas karunia itu. Diberi kesempatan bisa sampai di tempat itu sudah sebuah nikmat yang tak terhingga. Setelah kami puas memandangi bintang di langit kami harus melanjutkan perjalanan. Perjalanan ke puncak dipimpin oleh Christoper, dan Tiok sebagai penjaga kami di belakang. Dari kami berdelapan, yang pernah ke Merapi memang cuma Christoper dan Tiok. Dimulailah perjalanan menuju puncak. Langkah demi langkah kami tempuh, sampai pada beberapa meter menuju puncak. Sebuah tebing menghentikan langkah Christoper yang waktu itu jadi pembuka jalan. Perjalanan kami pun berhenti sejenak sambil menunggu jalur dari Christoper. Belum juga menemukan jalur yang aman, ada salah satu teman ( sebut saja Gabriel ) tiba-tiba sudah berdiri di tebing, tinggal ada sekitar 5-8 meter sampai puncak. Dia terjebak diantara tebing. Mau naik gak bisa, turun pun susah. Kami benar-benar panik waktu itu. 

Sunrise dari puncak Merapi
Masih dalam suasana panik, Sang surya mulai muncul perlahan dari garis horison. Kami pun pada akhirnya menikmati sunrise dari tempat kami berpijak. Bisa saya bilang menikmati sunrise dari atas gunung lebih indah daripada menikmati sunrise dari laut. Perlahan sinar mentari menyentuh hangat ke pipi, semakin naik dan terus naik. Sampai pada akhirnya kami tersadar, masih ada teman kami yang terjebak di atas.  Tiok sebagai kepala suku menganjurkan untuk segera turun, takut kalau asap belerang akan naik. Setelah beberapa saat gabriel pun bisa turun dari tempat dimana dia naik ke tebing tersebut. Beda naik, beda pula ketika turun. Ketika kita naik, kita merangkak dan ketika turun kita meluncur ( mengarah ke perosotan ). Saya memang sedikit bermasalah dalam hal "ketinggian".. melihat ke bawah sudah bikin lutut saya lemas, karena tidak mau ambil resiko, akhirnya saya turun layaknya anak kecil mainan prosotan.

Puji Tuhan kami sampai di pasar Bubrah tanpa kekurangan suatu apapun. Karena tidak sempat bernarsis ria waktu di atas, kami gunakan momen di Pasar Bubrah ini untuk berto-foto. Waktu menunjukkan sekitar pukul 08.00 , kami bergegas kembali ke tenda untuk beberes dan turun gunung. Setelah sempat mengisi perut dan membereskan tenda, akhirnya kami turun dari watu Gajah sekitar pukul 10.30. Perjalanan turun sangat berbeda jauh ketika kami naik ( yaiyalahhh menurut nganaaaaa??.. ). Kami hanya membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai di New Selo. Setelah sampai di New selo kami bergegas menuju beskem barameru dan pulang menuju ke Semarang. Tepat pukul 18.00 saya tiba di beskem PRMK FT dengan badan kucel, kaki pegel-pegel dan lecet, mata ngantuk dan perut lapar!. Namun kalau dibandingkan dengan perjalanan dan dinamika kami selama 2 hari 1 malam, itu gak berarti apa-apa. Rasa capek tidak sebanding dengan kenikmatan atas indahnya karya sang Pencipta yang telah dianugerahkan pada kita. Tentu saja kita patut bersyukur, dan menjaga keutuhan ciptaan-Nya. Terima kasih masih diberi kesempatan menikmati agungnya ciptaan-Mu. Rasanya ingin sekali menikmati suasana itu lagi..suasana layaknya berada di sebuah Negeri di atas Awan. 

 
Senyum kepuasan




Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang negeri di awan
Dimana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kaubawa
Aku menuju kesana. ( Katon Bagaskara )

Negeri di awan


Social Icons

Featured Posts